IBU DI BELAHAN BUMI LAIN

Ibu di Belahan Bumi Lain

Oleh : Ti2n Maryati


    Kata beberapa anak kecil, ibu seperti sosok peri rumah atau juga bidadari tak bersayap, karena ibu telah berjasa melahirkan anak-anaknya, bahkan surga berada di telapak kakinya. Kata temanku, ibunya cerewet, karena selalu melarangnya mandi hujan-hujanan, melarangnya nonton TV atau main game seharian, sehingga temanku selalu menggerutu. Kata temanku juga, ibunya hebat, ibunya mengajarkan dia membaca dan menghitung, menyiapkan makanan yang enak-enak, dan membantu mengerjakan PR dari sekolah, sehingga dia memuji-muji ibunya di depan teman-temannya. Ketika semuanya makan bekal, ia membuat iri yang bekalnya hanya nasi goreng plus telur ceplok, sedangkan ia, memiliki bekal yang selalu berganti macam setiap harinya.  

    Kata temannya temanku juga, ibunya cantik bak Bona, seekor gajah pink di majalah Bobo yang senang kami baca. Seperti superstar yang berkilauan di atas panggung, ibunya merias wajah ketika hendak pergi bekerja. Sehingga, temannya temanku tertular berkilaunya, tiap ke sekolah bajunya selalu rapi dan bersih, rambutnya rembel dengan jepitan yang bagus, alat-alat sekolahnya teratur, alhasil membuat minder teman-teman lainnya yang wajahnya terlihat belepotan dan alat sekolahnya seadanya, termasuk aku. 

    Sejauh ini, aku hanya menerima semua informasi mengenai sosok ibu mereka, yang katanya begini dan begitu. Sebenarnya, ini bukan tentang temanku atau temannya temanku dengan ibu mereka. Melainkan tentangku dan hayalan sosok ibuku. Tentang aku yang ditinggal ibuku pergi menjadi TKW di Luar Negeri ketika aku masih berumur 6 bulan. Tentang aku, yang hanya tahu sosok ibuku melalui foto usang di tembok lusuh itu, bahkan sekarang fotonya telah hilang entah ke mana. Tentang aku, yang mencoba percaya mitos untuk memanggil nama ibuku di gentong, supaya ibuku cepat pulang. Tentang aku, yang selalu bertanya kepada Tuhan "di belahan bumi bagian mana ibuku berada?"

    Semasa kecil, aku tak paham bersikap yang semestinya sesuai dengan umurku itu bagaimana. Sehingga aku lumayan andil membuat keributan antar temanku, seakan, aku paling benar. Saat-saat itu, ayahku masih sangat penasaran mengenai keberadaan ibuku. Beliau mengunjungi kampung halaman ibuku di Sulawesi, tapi tak ada kabar juga. Ayahku menanyakan ke orang pintar, entah itu dukun atau apa. Tetapi yang didapat hanya saran untuk menggantung sebuah daun di atas ambang pintu depan, dengan harapan bisa mempercepat kepulangan ibu, alangkah anehnya saran itu.

    Selepas itu, aku yang berada di tingkat SMP masih saja belum bisa membedakan mana yang baik atau salah untuk dilakukan. Sampai aku bertemu dengan sosok wanita dari tempat lumayan jauh, ayah mengenalkannya kepadaku sebagai calon ibu tiriku. Pikirku mungkin ayah menyerah terhadap ibu kandungku, namun aku juga penasaran bagaimana rasanya memiliki seorang ibu, sampai aku megiyakan ayah menikahi wanita itu dan kita tinggal bersama. 

    Euforia menjadi seorang anak dengan orang tua yang lengkap sempat kurasakan. Aku pindah sekolah ke daerah ibu tiriku, di sana, aku melatih hidup dengan lingkungan yang baru. Memiliki sepupu baru, teman baru, tentu saudari tiri yang lebih muda dariku, kami perlahan akrab. Rasanya memang berbeda dari sebelumnya. Tetapi, sangat disayangkan, kesenangan itu tidak menetap lama. Entah aku melakukan kesalahan seperti apa di hadapan ibu tiriku, tetapi rasanya aku semakin tidak disukai olehnya bahkan ketika ayahku tidak di rumah. Mungkin ini kenyataannya, seperti film mengenai ibu tiri yang pernah aku tonton semasa SD dulu. 

    Aku sempat menelpon pamanku yang berjarak jauh untuk menjemputku dari ibu tiriku, karena aku ingin pulang ke rumah nenekku. Akhirnya aku berhasil pulang secara diam-diam dengan pamanku. Walaupun cara tersebut tidak membuat ibu tiriku masa bodo karena sore hari ibu tiriku yang posisinya sedang hamil menjemputku dengan dibonceng saudaranya. Namun aku tetap ingin tinggal di rumah nenekku. 

    Hingga, aku tidak melanjutkan sekolahku dan tinggal dengan uwa ku. Sedangkan ayah, ibu tiriku, serta bayi di kandungannya pergi ke Kalimantan untuk bekerja. Aku ditinggal tanpa dititipkan secara resmi melalui mulut ayahku sendiri. Beberapa bulan kemudian, aku dapat kabar bahwa ibu tiriku melahirkan di sana, tapi siapa yang peduli setelah tahu sikapnya kepadaku. 

    Sepupuku sudah beranjak SMK, sedangkan aku tidak melanjutkan sekolahku. Sudah banyak tahun terlewati tapi aku masih saja tidak tahu kabar ibu kandungku, sebenarnya dia di mana. Sehingga ku tak bisa menjelaskan perangainya seperti apa. "Apakah ibuku sudah menikah lagi di negara orang? atau apakah ibuku sebenarnya sudah meninggal di sana?"

    Umurku beranjak 19 tahun, ketika sebuah surat dari kurir tersampaikan pada bibiku. Di dalam surat itu, terdapat tulisan ibuku, tulisan yang berisi informasi bahwa ibuku masih bekerja di luar sana, serta terdapat nomor majikannya yang bisa dihubungi. Alangkah terkejutnya aku waktu itu, pertanyaannku seakan dijawab oleh Tuhan walau harus menunggu hampir dua dekade lamanya. Perasaanku antara senang dan marah, senang karena ibuku masih hidup dan berkabar dan marah karena banyak tahun aku habiskan tanpa sosoknya dan dia seakan tak ada niatan untuk pulang ke rumah. 

    Hari berikutnya, nomor majikan ibuku mulai dihubungi dan benar saja bahwa suara ibuku muncul dengan jelas di gawai. Semuanya menanyakan "apakah masih ingat denganku?" "apakah masih ingat dengan anakmu?". Ibuku ternyata masih ingat momen-momen yang pernah dilewati semasa dulu. Adanya kabar ibuku, membuat ayahku yang kini ditinggal oleh ibu tiriku untuk bekerja ke luar negeri seakan menjadikannya bimbang, bimbang mengenai posisinya sekarang. 

    Bukan hanya melalui telpon, aku dan ibuku juga mulai sering video call, bertatap wajah walau melalui layar kaca. Terlihat, ibuku baik-baik saja, bahkan mungkin berkecukupan dari tampilannya yang modis, perhiasan yang dipakai di lehernya, jarinya, dan telinganya. "kapan pulang ma?" pertanyaam itu tak bosan kuucapkan kepadanya. Tapi dia selalu menjawab "sabar yah, sebentar lagi mama pulang." apalagi di masa pandemi seperti sekaranag, telah dijadikannya alasan untuk menunda kepulangan. 

    Aku selalu diiming-iming omongan manisnya, "kalau mama pulang nanti kita buat rumah." "kalau mama pulang, kamu akan dibelikan ini dan itu..." begitu terus percakapan kami. Ibuku penuh dengan janji manis apakah hanya untuk menghiburku saja supaya tidak merengek memintanya segera pulang. Aku sadar, aku banyak merengek memintanya pulang segera mungkin bahkan melalui spam di chat nomor majikannya. Aku heran, mengapa ibuku tak punya gawai sendiri, padahal dia menghabiskan banyak tahun untuk bekerja, masa tidak mampu untuk membeli 1 gawai pun?

    Kadang, aku membayangkan bagaimana jika aku yang menyusulnya di luar sana, di belahan bumi lainnya itu. Seandainya segala berpihak padaku. Entah kesempatan apa yang akan kumiliki, entah kapan aku bertemu dengan ibuku secara utuh, mencium tangan yang mungkin sudah mulai keriput, memeluk tubuhnya yang mungkin pasti ada rasa canggung, menangis di pelukannya sampai sesenggukkan, mengeluarkan sifat manjaku seperti anak pada umumnya, berpergian bersama, dan melakukan ini dan itu layaknya hubungan anak dan ibu yang normal. 

    Entah kapan, aku bisa mengucapkan "Ma, aku kangen, kangen banget sama Mama." di hadapannya sambil mata kami saling bertemu dan berkaca-kaca. Inginku bertanya padanya, mungkin sambil marah akibat rindu yang tak terbalaskan sekian tahun "Apa yang Mama lakukan, sehingga aku merasa terlupakan?" walau begitu, sekarang aku bingung apa lagi yang akan kulakukan lagi ketika waktu itu tiba, atau aku pendam saja harapan semu tadi karena aku merasa ibuku enggan meninggalkan tempatnya di sana. Meninggalkan sesuatu yang mungkin lebih berharga dibandingkan aku. 

    Saat ini aku mulai muak menceritakan ini. Aku sudahi saja hayalan ini sampai di sini. Semoga kau yang masih memiliki sosok ibu selalu bisa membuatnya tersenyum dan berbaktilah padanya. Aku tahu, kadang kamu merasa kesal mengenai suatu hal padanya. Tapi, jangan terlalu berlarut, pikirkan kembali hal baik yang telah kau lalui bersamanya. Kau ada di dunia karena jasanya. 


Cirebon, 08 Juni 2021


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen "Malam Merah Jambu"

MENGENAL LEBIH DEKAT PENATA WAYANG GEGESIK, CIREBON

SOSOK DALANG WAYANG KULIT GEGESIK