KUSDONO RASTIKA, MEWARISI BAKAT MELUKIS KACA DARI SANG AYAH
Kusdono Rastika, Mewarisi Bakat Melukis Kaca Dari Sang Ayah
"Bakat terpendam janganlah dipendam lebih dalam, tunjukkanlah ke permukaan hingga semuanya tahu. Jika tidak, kau hanya akan merugi dan sia-sia".
Sosok yang satu ini, menginspirasi saya secara pribadi. Membuat saya merasa harus lebih bersyukur serta lebih ingin meyakinkan diri, apa bakat saya sebenarnya? semoga kau akan sama setelah membaca kisah singkat ini.
Kisah ini mengenai seseorang bernama Kusdono Rastika, putra keempat dari lima besaudara dari seorang maestro pelukis kaca, Rastika (Alm). Bakat melukis kaca terturun hanya kepadanya. Kusdono Rastika, yang sekarang berumur 40 tahunan itu sedang berjemur di halaman rumahnya tepatnya masuk ke area Vila Gegesik kidul, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon ketika kami temui. Beliau duduk di kursi roda dan menyambut dengan hangat kedatangan kami. Kami mulai berkomunikasi, beliau adalah orang yang rendah hati dan hangat.
Kusdono mulai menceritakan kisahnya, Beliau mengakui bahwa bakat melukis kaca memang turun dari sang Ayah, saat masih kecil, beliau sering memiliki tugas mengisi kekosongan warna lapisan kedua dari karya Ayahnya. Lama-lama Kusdono kecil yang memiliki minat terhadap menggambar mulai mencoba menggambar di atas kaca walaupun secara diam-diam ketika Ayahnya sedang istirahat. Sang Ayah yang tidak memaksa anak-anaknya untuk menjadi pelukis kaca pun akhirnya tahu apa yang dipelajari oleh anaknya, sampai akhirnya Kusdono yang berusia 14 tahun mulai dibimbing oleh Ayahnya.
Tapi sekarang zaman sudah berubah, dalam bidang apa saja bukan hanya faktor keturunan saja bakat itu lahir, tetapi memang dari kemauan dalam diri juga, jangan sampai bakat yang terpendam malah tidak dimunculkan ke permukaan hanya karena tidak percaya diri, karena jika tidak maka akan merugi dan sia-sia.
Kusdono mulai menekuni melukis kaca sebelum menikah, yakni sudah 20 tahun lebih. Sehingga merasa sudah terbiasa, kesulitan yang ia alami ialah ketika harus menciptakan tema baru dan komposisi dalam lukisan seperti menentukan latar belakang. Arah lukisan beliau yaitu lebih ke klasik Cirebon, dengan ciri selalu mengangkat kisah pewayangan, terdapat mega mendung, dan sebagainya. Alat-alat yang digunakannya tanpa alat bantu semprot melainkan masih memakai kuas. Karena keterbatasan fisik, Beliau tidak berpikir untuk menekuni profesi lainnya sehingga bagi beliau, melukis kaca sudah menjadi mata pencahariannya. Tiap hari, beliau membuat lukisan kaca, selain untuk pesanan tetapi juga untuk persiapan jika situasi sudah normal kembali dan ada pameran, maka sudah ada persediaan lukisan. Untuk pameran biasanya harus menyediakan 5 lukisan yaitu dari kecil hingga besar.
Kata beliau, "melukis kaca dan kanvas itu sangatlah berbeda, melukis di kanvas memakan waktu yang lebih lama dan lebih mahal juga. Melukis kaca lebih sulit bagi pemula dalam membuat garis karena kaca lebih licin, maka dari itu pena yang digunakan harus sedikit mengambang jangan ditekan, jika ditekan maka bisa-bisa pena akan patah matanya".
Proses pembuatan lukis kaca tergantung kesulitan dan ukuran, besar ukuran 1,20 m x 73 m kurang lebih 1 bulan jika santai, jika terburu-buru maka setengah bulan bisa jadi asalkan sambil lembur. Kisaran harga lukisan kaca yang dibuat ialah paling besar sekitar 10 juta, kecil 300 ribu ke atas. Bahan-bahan pembuatannya sejauh ini masih bisa terjangkau, namun beliau merasa kesulitan dalam mencari warna cat kuning lemon, kunyit, dan biru dongker karena lumayan susah, bahkan bisa sampai mencari hingga ke pusat kota, kata beliau "Mewarnai itu asalkan punya warna pokoknya maka ribuan warna akan bisa dihasilkan melalui pencampuran". Setiap karya mengandung filosofi atau kisah pewayangan, ada yang tentang percintaan seperti antara Arjuna dan Srikandi, kaligrafi dengan bentuk hewan, para punakawan, dan masih banyak lagi.
Pameran sudah banyak yang Beliau ikuti, pameran dengan Ayahnya, Rastika (Alm), pameran bersama dengan teman-teman di Surabaya, dan masih banyak lagi. Sedangkan lukisan kaca yang dibuat sudah melanglang buana sampai ke luar negeri, dan akan ada pameran khusus disabilitas seluru Indonesia. Sampai sekarang, karya yang dihasilkan sudah ratusan lukisan kaca karena sudah lama menekuni. Beliau membuat lukisan kaca di rumah yang sekaligus menjadi galerinya.
Beliau juga tak segan mengajarkan ke anak-anak muda, tetapi kebanyakan anak muda yang datang ke rumahnya belum terlalu menekuni dan kadang terlalu memikirkan pembayaran, padahal beliau sangat mengutamakan minat dan ketekunan dari anak tersebu, dan soal pembayaran bisa dibicarakan belakangan, seandainya dijadikan semacam ekstrakurikuler di sekolah mungkin akan lebih mudah. Sampai sekarang belum ada orang yang dipercaya untuk bisa menekuni dengan sungguh-sungguh melukis kaca. Komunitas Cirebon kebanyakan melukis kanvas, sedangkan kaca jarang. Karena lukisan kaca lebih beresiko dan lebih berat jika mengirimkan ke pameran. Biasanya penggiat seni juga ada yang awalnya menekuni kanvas lalu bernajak ke lukis kaca tetapi hanya mengambil yang ukuran kecil saja.
Terakhir, Beliau mewakili para maestro yang ada di Gegesik Kabupaten Cirebon mengaku bahwa pemerintah masih kurangnya mengapresiasi para pengrajin atau penggiat seni, mungkin sungkan menuju pelosok-pelosok rumah para seniman. Beliau berharap, bahwa semoga akan ada dana bantuan dari pemerintah pusat atau daerah, kalau bisa secara langsung turun ke tempat pengrajin supaya tahu fakta dari kesulitan dan kebutuhan dari pengrajin itu sendiri.
Komentar
Posting Komentar